Rencana Redenominasi Rupiah

Esai12676 Dilihat

Rencana Redenominasi Rupiah

Indotribun.id – Rencana redenominasi rupiah atau penyederhanaan mata uang rupiah sudah lama direncanakan. Melalui berbagai proses pengkajian yang panjang Perry Wirjiyo sebagai Gubenur terpilih periode 2018-2023 Bank Indonesia (BI) yang baru disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki banyak program baru, di antaranya melanjutkan program redenominasi rupiah.

Selama ini Perry juga ikut dalam rancangan program redenominasi bersama Gubernur BI aktif, Agus Martowardojo. Serbagai Gubenur baru Bank Indensia terpilih Perry ingin melanjutkan program redenominasi atau pemangkasan nilai mata uang rupiah.

“Pelaksanaan redenominasi saat ini masih dalam kajian lebih lanjut bersama pihak terkait, untuk proses selanjutnya menunggu dari kebijakan pemerintah,” jelas BI.

Pembahasan redenominasi memang direncanakan sejak 2017 lalu. Saat itu pemerintah sudah memasukkan RUU redenominasi atau penyerdehanaan mata uang ke di meja DPR. Namun, karena ada beberapa hal yang menjadi pokok pertimbangan, RUU redenominasi gagal mendapatkan legalitas Nasional (prolegnas).

Pasalnya, tahun lalu rencana redenominasi yang diajukan oleh Gubernur BI aktif Agus Martowardojo ditolak oleh Presiden Joko Widodo.

Maskipun tahun 2017 lalu RUU gagal masuk Prolegnas. Gubenur BI saat itu mengharapkan rekomendasi ini pada tahun 2020 masuk Plagnas, artinya tinggal 6 bulan lagi rencana redenominasi akan segera di laksanakan.

 

Apa Itu Redenominasi?

Sederhananya, redenominasi adalah penyederhanaan nominal mata uang tanpa mengurangi nilai tukarnya. Ini berbeda dengan sanering. Jika redenominasi hanya membuang angka nol, sanering adalah pemotongan nilai mata uang yang biasanya terjadi saat kondisi ekonomi darurat, seperti hiperinflasi.

Contoh paling mudah adalah mengubah Rp 1.000 menjadi Rp 1. Dengan demikian, Rp 10.000 akan menjadi Rp 10. Nilai barang tidak berubah. Harga satu bungkus mie instan yang tadinya Rp 3.000 akan menjadi Rp 3, dan upah minimum yang tadinya Rp 4,5 juta akan menjadi Rp 4.500.

 

Mengapa Redenominasi Penting?

Ada beberapa alasan kuat mengapa redenominasi dianggap sebagai langkah strategis bagi perekonomian Indonesia:

  • Penyederhanaan Administrasi: Bayangkan betapa rumitnya menulis dan menghitung angka yang terlalu panjang. Dalam transaksi bisnis, pembukuan, dan sistem keuangan, angka nol yang berlebihan bisa menimbulkan kesalahan. Dengan menyederhanakan mata uang, proses administrasi akan jauh lebih mudah dan efisien.

  • Meningkatkan Kepercayaan Investor: Mata uang dengan nominal besar sering kali dianggap sebagai tanda ekonomi yang kurang stabil, meskipun itu bukan fakta. Mata uang dengan nominal kecil, seperti Dolar AS atau Euro, sering memberikan kesan positif dan meningkatkan kepercayaan investor asing terhadap stabilitas ekonomi suatu negara.

  • Efisiensi Sistem Pembayaran: Di era digital, transaksi sering kali melibatkan nominal yang besar. Redenominasi akan membuat sistem pembayaran elektronik menjadi lebih efisien dan ringkas.

 

Tahapan Rencana Redenominasi Rupiah

Rencana redenominasi rupiah tidak akan dilakukan secara tiba-tiba. Prosesnya akan memakan waktu bertahun-tahun, yang terdiri dari tiga tahap utama:

  1. Tahap Pra-Redenominasi: Ini adalah tahap sosialisasi. Bank Indonesia dan pemerintah akan gencar memberikan edukasi kepada masyarakat tentang apa itu redenominasi, bedanya dengan sanering, dan manfaatnya. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kekhawatiran dan mencegah kebingungan.

  2. Tahap Transisi: Pada tahap ini, mata uang lama dan baru akan beredar secara bersamaan. Masyarakat masih bisa menggunakan uang lama, tetapi uang baru juga sudah bisa digunakan. Tahap ini bisa berlangsung selama 5 hingga 7 tahun. Contohnya, harga barang bisa ditulis dengan dua nominal, seperti “Rp 3.000 / Rp 3,00.

  3. Tahap Pasca-Redenominasi: Setelah masa transisi selesai, uang lama akan ditarik dari peredaran, dan hanya uang baru yang berlaku.

 

Apa Dampaknya Bagi Masyarakat?

Masyarakat tidak perlu panik. Bank Indonesia menjamin bahwa nilai uang tidak akan berkurang. Semua aset dan utang akan disesuaikan dengan nominal baru. Gaji, tabungan, dan harga barang akan mengikuti konversi yang sama.

Namun, tantangan terbesar adalah penyesuaian mental. Masyarakat perlu terbiasa dengan nominal baru. Sebagai contoh, harga secangkir kopi yang tadinya Rp 25.000 akan menjadi Rp 25. Di sinilah peran edukasi menjadi sangat penting.

 

Tantangan dan Risiko yang Mungkin Timbul

Meskipun terlihat mudah, redenominasi memiliki tantangan besar, terutama pada saat transisi.

  • Potensi Salah Persepsi: Tanpa sosialisasi yang masif dan efektif, masyarakat bisa salah mengartikan redenominasi sebagai sanering, yang dapat memicu kepanikan dan inflasi.

  • Risiko Pembulatan Harga: Ada kekhawatiran bahwa pedagang akan membulatkan harga ke atas untuk mendapatkan keuntungan, yang dapat memicu inflasi secara tidak langsung. Misalnya, jika harga barang tadinya Rp 2.500, saat diredenominasi menjadi Rp 2,5, pedagang mungkin membulatkannya menjadi Rp 3.

  • Biaya Pelaksanaan: Proses redenominasi membutuhkan biaya yang sangat besar, mulai dari pencetakan uang baru hingga pembaruan sistem IT di seluruh sektor keuangan dan bisnis.

 

 

Penulis: Ach Sanusi

Editor: Latif Fianto

Komentar